Powered By Blogger

Kamis, 31 Maret 2011

Sejarah Hindu



Asal Usul Sejarah Agama Hindu

Agama Hindu (Bahasa Sanskerta: Sanātana Dharma सनातन धर्म "Kebenaran Abadi" [1]), dan Vaidika-Dharma ("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat sebanyak hampir 1 miliar jiwa.[4]

Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok, Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).


ETIMOLOGI
Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta). [5] Dalam Reg Weda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) — sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu. Hindu sendiri sebenarnya baru terbentuk setelah Masehi ketika beberapa kitab dari Weda digenapi oleh para brahmana. Pada zaman munculnya agama Buddha, agama Hindu sama sekali belum muncul semuanya masih mengenal sebagai ajaran Weda.


KEYAKINAN DALAM AGAMA HINDU
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam bentuk.

Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima keyakinan tersebut, yakni:

1. Widhi Tattwa - percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala aspeknya
2. Atma Tattwa - percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
3. Karmaphala Tattwa - percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam setiap perbuatan
4. Punarbhava Tattwa - percaya dengan adanya proses kelahiran kembali (reinkarnasi)
5. Moksa Tattwa - percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan akhir manusia


KONSEP KETUHANAN
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham ketuhanan yang pernah ada di dunia.[9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan, antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita Wedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme, politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.


PUSTAKA SUCI
Ajaran agama dalam Hindu didasarkan pada kitab suci atau susastra suci keagamaan yang disusun dalam masa yang amat panjang dan berabad-abad, yang mana di dalamnya memuat nilai-nilai spiritual keagamaan berikut dengan tuntunan dalam kehidupan di jalan dharma. Di antara susastra suci tersebut, Weda merupakan yang paling tua dan lengkap, yang diikuti dengan Upanishad sebagai susastra dasar yang sangat penting dalam mempelajari filsafat Hindu. Sastra lainnya yang menjadi landasan penting dalam ajaran Hindu adalah Tantra, Agama dan Purana serta kedua Itihasa (epos), yaitu Ramayana dan Mahabharata. Bhagawadgita adalah ajaran yang dimuat dalam Mahabharata, merupakan susastra yang dipelajari secara luas, yang sering disebut sebagai ringkasan dari Weda.

Hindu meliputi banyak aspek keagamaan, tradisi, tuntunan hidup, serta aliran/sekte. Umat Hindu meyakini akan kekuasaan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Brahman dan memuja Brahma, Wisnu atau Siwa sebagai perwujudan Brahman dalam menjalankan fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.

Secara umum, pustaka suci Hindu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kitab Sruti dan kelompok kitab Smerti.

* Sruti berarti "yang didengar" atau wahyu. Yang tergolong kitab Sruti adalah kitab-kitab yang ditulis berdasarkan wahyu Tuhan, seperti misalnya Weda, Upanishad, dan Bhagawadgita. Dalam perkembangannya, Weda dan Upanishad terbagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil, seperti misalnya Regweda dan Isopanishad. Kitab Weda berjumlah empat bagian sedangkan kitab Upanishad berjumlah sekitar 108 buah.

* Smerti berarti "yang diingat" atau tradisi. Yang tergolong kitab Smerti adalah kitab-kitab yang tidak memuat wahyu Tuhan, melainkan kitab yang ditulis berdasarkan pemikiran dan renungan manusia, seperti misalnya kitab tentang ilmu astronomi, ekonomi, politik, kepemimpinan, tata negara, hukum, sosiologi, dan sebagainya. Kitab-kitab smerti merupakan penjabaran moral yang terdapat dalam kitab Sruti.

KARAKTERISTIK
Dalam agama Hindu, seorang umat berkontemplasi tentang misteri Brahman dan mengungkapkannya melalui mitos yang jumlahnya tidak habis-habisnya dan melalui penyelidikan filosofis. Mereka mencari kemerdekaan dari penderitaan manusia melalui praktik-praktik askese atau meditasi yang mendalam, atau dengan mendekatkan diri kepada Tuhan melalui cinta kasih, bakti dan percaya (Sradha).

Umat Hindu juga menyebut agamanya sebagai Sanatana Dharma yang artinya Dharma yang kekal abadi.

Menurut kepercayaan para penganutnya, ajaran Hindu langsung diajarkan oleh Tuhan sendiri, yang turun atau menjelma ke dunia yang disebut Awatara. Misalnya Kresna, adalah penjelmaan Tuhan ke dunia pada zaman Dwaparayuga, sekitar puluhan ribu tahun yang lalu[14]. Ajaran Kresna atau Tuhan sendiri yang termuat dalam kitab Bhagawadgita, adalah kitab suci Hindu yang utama. Bagi Hindu, siapapun berhak dan memiliki kemampuan untuk menerima ajaran suci atau wahyu dari Tuhan asalkan dia telah mencapai kesadaran atau pencerahan. Oleh sebab itu dalam agama Hindu wahyu Tuhan bukan hanya terbatas pada suatu zaman atau untuk seseorang saja. Bahwa wahyu Tuhan yang diturunkan dari waktu ke waktu pada hakekatnya adalah sama, yaitu tentang kebenaran, kasih sayang, kedamaian, tentang kebahagiaan yang kekal abadi, tentang hakekat akan diri manusia yang sebenarnya dan tentang dari mana manusia lahir dan mau ke mana manusia akan pergi, atau apa tujuan yang sebenarnya manusia hidup ke dunia.

ENAM FILSAFAT HINDU
Terdapat dua kelompok filsafat India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu. Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir ketika Hindu masih berbentuk ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul selah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan Nastika merupakan kelompok yang sangat berbeda (Nastika bukanlah Hindu)

Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) — institusi pendidikan filsafat ortodok yang memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu — yaitu: Nyāya, Vaisheṣhika, Sāṃkhya, Yoga, Mīmāṃsā (juga disebut dengan Pūrva Mīmāṃsā), dan Vedānta (juga disebut dengan Uttara Mīmāṃsā) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika, pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan Carvaka.

Meski demikian, ajaran filsafat ini biasanya dipelajari secara formal oleh para pakar, pengaruh dari masing-masing Astika ini dapat dilihat dari sastra-sastra Hindu dan keyakinan yang dipegang oleh pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari.

KONSEP HINDU
Hindu memiliki beragam konsep keagamaan yang diterapkan sehari-hari. Konsep-konsep tersebut meliputi pelaksanaan yajña, sistem Catur Warna (kasta), pemujaan terhadap Dewa-Dewi, Trihitakarana, dan lain-lain.

DEWA- DEWI HINDU
Dalam ajaran agama Hindu, Dewa adalah makhluk suci, makhluk supernatural, penghuni surga, setara dengan malaikat, dan merupakan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Kata “dewa” berasal dari kata “div” yang berarti “beResinar”. Dalam kitab suci Reg Weda, Weda yang pertama, disebutkan adanya 33 Dewa, yang mana ketiga puluh tiga Dewa tersebut merupakan manifestasi dari kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Di antara Dewa-Dewi dalam agama Hindu, yang paling terkenal sebagai suatu konsep adalah: Brahmā, Wisnu, Çiwa. Mereka disebut Trimurti.

Dalam kitab-kitab Weda dinyatakan bahwa para Dewa tidak dapat bergerak bebas tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa juga tidak dapat menganugerahkan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Para Dewa, sama seperti makhluk hidup yang lainnya, bergantung kepada kehendak Tuhan. Filsafat Advaita (yang berarti: “tidak ada duanya”) menyatakan bahwa tidak ada yang setara dengan Tuhan dan para Dewa hanyalah perantara antara beliau dengan umatnya.

GOLONGAN MASYARAKAT
Dalam agama Hindu, dikenal istilah Catur Warna bukan sama sekali dan tidak sama dengan kasta. Karena di dalam ajaran Pustaka Suci Weda, tidak terdapat istilah kasta. yang ada hanyalah istilah Catur Warna. Dalam ajaran Catur Warna, masyarakat dibagi menjadi empat golongan, yaitu:

* Brāhmana : golongan para pendeta, orang suci, pemuka agama dan rohaniwan
* Ksatria : golongan para raja, adipati, patih, menteri, dan pejabat negara
* Waisya : golongan para pekerja di bidang ekonomi
* Sudra : golongan para pembantu ketiga golongan di atas

Menurut ajaran catur Warna, status seseorang didapat sesuai dengan pekerjaannya. Jadi, status seseorang tidak didapat semenjak dia lahir melainkan didapat setelah ia menekuni suatu profesi atau ahli dalam suatu bidang tertentu. Catur Warna menekankan seseorang agar melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Keempat golongan sangat dianjurkan untuk saling membantu agar mereka dapat memperoleh hak. Dalam sistem Catur Warna terjadi suatu siklus “memberi dan diberi” jika keempat golongan saling memenuhi kewajibannya.

PELAKSANAAN RITUAL
Dalam ajaran Hindu, Yajña merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada para leluhur, kepada sesama manusia, dan kepada alam semesta. Biasanya diwujudkan dalam ritual yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan umat Hindu. Tujuan pengorbanan tersebut bermacam-macam, bisa untuk memohon keselamatan dunia, keselamatan leluhur, maupun sebagai kewajiban seorang umat Hindu. Bentuk pengorbanan tersebut juga bermacam-macam, salah satunya yang terkenal adalah Ngaben, yaitu ritual yang ditujukan kepada leluhur (Pitra Yadnya).

SEKTE (ALIRAN) DALAM HINDU
Jalan yang dipakai untuk menuju Tuhan (Hyang Widhi) jalurnya beragam, dan kemudian dikenallah para dewa. Dewa yang tertinggi dijadikan sarana untuk mencapai Hyang Widhi. Aliran terbesar agama Hindu saat ini adalah dari golongan Sekte Waisnawa yaitu menonjolkan kasih sayang dan bersifat memelihara; yang kedua terbesar ialah Sekte Siwa sebagai pelebur dan pengembali yang menjadi tiga sekte besar, yaitu Sekte Siwa, Sekte Sakti (Durga ), dan Sekte Ganesha, serta terdapat pula Sekte Siwa Siddhanta yang merupakan aliran mayoritas yang dijalani oleh masyarakat Hindu Bali, sekte Bhairawa dan Sekte - Sekte yang lainnya. Yang ketiga ialah Sekte Brahma sebagai pencipta yang menurunkan Sekte Agni, Sekte Rudra, Sekte Yama, dan Sekte Indra. Sekte adalah jalan untuk mencapai tujuan hidup menurut Agama Hindu, yaitu moksha (kembali kepada Tuhan), dan pemeluk Hindu dipersilahkan memilih sendiri aliran yang mana menurutnya yang paling baik/bagus.

TOLERANSI UMAT HINDU
Agama ini memiliki ciri khas sebagai salah satu agama yang paling toleran, yang mana di dalam kitab Weda dalam salah satu baitnya memuat kalimat berikut:

Sansekerta: एकम् सत् विप्रा: बहुधा वदन्ति
Alihaksara: Ekam Sat Vipraaha Bahudhaa Vadanti
Cara baca dalam bahasa Indonesia: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti
Bahasa Indonesia: "Hanya ada satu kebenaran tetapi para orang pandai menyebut-Nya dengan banyak nama."

— Rg Weda (Buku I, Gita CLXIV, Bait 46)


Dalam berbagai pustaka suci Hindu, banyak terdapat sloka-sloka yang mencerminkan toleransi dan sikap yang adil oleh Tuhan. Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci mereka sebagai berikut:

samo ‘haṁ sarva-bhūteṣu na me dveṣyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu māṁ bhaktyā mayi te teṣu cāpy aham

(Bhagawadgita, IX:29)

Arti:

Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula



Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah

(Bhagawadgita, 4:11)

Arti:

Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)



Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham

(Bhagawadgita, 7:21)

Arti:

Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap



Meskipun ada yang menganggap Dewa-Dewi merupakan Tuhan tersendiri, namun umat Hindu memandangnya sebagai cara pemujaan yang salah. Dalam kitab suci mereka, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa bersabda:

ye ‘py anya-devatā-bhaktā yajante śraddhayānvitāḥ
te ‘pi mām eva kaunteya yajanty avidhi-pūrvakam

(Bhagawadgita, IX:23)

Arti:

Orang-orang yang menyembah Dewa-Dewa dengan penuh keyakinannya
sesungguhnya hanya menyembah-Ku, tetapi mereka melakukannya
dengan cara yang keliru, wahai putera Kunti (Arjuna)

Pemeluk agama Hindu juga mengenal arti Ahimsa dan "Satya Jayate Anertam". Mereka diharapkan tidak suka (tidak boleh) membunuh secara biadab tapi untuk kehidupan pembunuhan dilakukan kepada binatang berbisa (nyamuk) untuk makanan sesuai swadarmanya, dan diminta jujur dalam melakukan segala pikiran, perkataan, dan perbuatan.

makalah disiplin

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG
Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan program orientasi kepada tenaga perawat/bidan yang baru pada hari pertama mereka bekerja, karena perawat/bidan tidak dapat diharapkan bekerja dengan baik dan patuh, apabila peraturan/prosedur atau kebijakan yang ada tidak diketahui, tidak jelas, atau tidak dijalankan sebagai mestinya. Selain memberikan orientasi, pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan peraturan yang sering dilanggar, berikut rasional dan konsekwensinya. Demikian pula peraturan/prosedur atau kebijakan yang mengalami perubahan atau diperbaharui, sebaiknya diinformasikan kepada staf melalui diskusi aktif.
Tindakan disipliner sebaiknya dilakukan, apabila upaya pendidikan yang diberikan telah gagal, karena tidak ada orang yang sempurna. Oleh sebab itu, setiap individu diizinkan untuk melakukan kesalahan dan harus belajar dari kesalahan tersebut. Tindakan indisipliner sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang bijaksana sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku menurut tingkat pelanggaran dan klasifikasinya.
B. PERMASALAHAN
Adapun permasalahan dalam makalah ini adalah :
- Apa pengertian kedisiplinan ?
- Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan ?
- Apa manfaat kedisiplinan mahasiswa ?
- Bagaimana pelaksanaan kedisiplinan dalam kampus ?
- Bagaimanakah kedisiplinan belajar mahasiswa dalam proses pendidikan?

C. TUJUAN
Supaya mahasiswa dapat menyadari betapa sungguh disiplin itu penting dalam perkembangan pribadi serta masa depan yang bersangkutan. Oleh karena itu diharapkan dapat memberikan motivasi lebih baik dan mahasiswa dapat menjalankan segala sesuatunya lebih dewasa.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEDISIPLINAN

Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai – nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.
Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya untuk menjaga kondisi suasana belajar dan mengajar berjalan dengan lancar, tetapi juga untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap mahasiswa.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Ada beberapa faktor yang memperngaruhi kedisiplinan.
• Diri sendiri
• Keluarga
• Pergaulan di Lingkungan
C. Manfaat Kedisiplinan Mahasiswa
Manfaat kedisiplinan adalah membuat siswa menjadi lebih tertib dan teratur dalam menjalankan kehidupannya, serta siswa juga dapat mengerti bahwa kedisiplinan itu amat sangat penting bagi masa depannya kelak, karena dapat membangun kepribadian siswa yang kokoh dan bisa diharapkan berguna bagi semua pihak.
D. Pelaksanaan Kedisiplinan Dalam Kampus
Dalam pelaksanaan disiplin, harus berdasarkand dari dalam diri mahasiswa. Karena tanpa sikap kesadaran dari diri sendiri, maka apapun usaha yang dilakukan oleh orang di sekitarnya hanya akan sia-sia. Berikut ini adalah pelaksanaan kedisiplinan di lingkungan kampus.
a) datang ke kampus tepat waktu;
b) rajin belajar;
c) mentaati peraturan ;
d) mengikuti upacara dengan tertib;
e) mengumpulkan tugas yang diberikan dosen tepat waktu
f) selalu berdoa sebelum memulai pelajaran dan masih banyak lagi.
E. Kedisiplinan Belajar Mahasiswa Dalam Proses Pendidikan
Konsep disiplin berkaitan dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama (yang melibatkan orang banyak). Menurut Moeliono (1993: 208) disiplin artinya adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian siswa adalah pelajar atau anak (orang) yang melakukan aktifitas belajar ( Ibid: 849). Dengan demikian disiplin siswa adalah ketaatan (kepatuhan) dari siswa kepada aturan, tata tertib atau norma di sekolah yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar.
Dari pengertian tersebut, kedisiplinan siswa dapat dilihat dari ketaatan (kepatuhan) siswa terhadap aturan (tata tertib) yang berkaitan dengan jam belajar di sekolah, yang meliputi jam masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa dalam berpakaian, kepatuhan siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah, dan lain sebagainya. Semua aktifitas siswa yang dilihat kepatuhannya adalah berkaitan dengan aktifitas pendidikan di sekolah, yang juga dikaitkan dengan kehidupan di lingkungan luar sekolah.
Salah satu pengertian pendidikan yang sangat umum dikemukakan oleh Driyarkara (1980 dalam Mikarsa, 2004:2) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani harus diwujudkan dalam seluruh proses atau upaya pendidikan.
Dalam Dictionary of Education dikemukakan bahwa pendidikan adalah (1) proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana dia hidup (2) proses sosial dimana sesorang diharapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
G. Thomson (1957 dalam Mikarsa, 2004: 1.2) menyatakan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap dalam kebiasaan-kebiasaan pemikiran, sikap-sikap, dan tingkah laku. Sedangkan Crow and Crow (1960 dalam Mikarsa, 2004) menyatakan bahwa “harus diyakini bahwa fungsi utama pendidikan adalah bimbingan terhadap individu dalam upaya memenuhi kebutuhan dan keinginan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga dia memperoleh kepuasan dalam seluruh aspek kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diberikan beberapa ciri atau unsur umum dalam pendidikan yaitu :
1. Pendidikan harus memiliki tujuan, yang pada hakekatnya adalah pengembangan potensi individu yang bermanfaat bagi kehidupan pribadinya maupun warga-negara atau negara lainnya.
2. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan upaya yang disengaja dan terencana yang meliputi upaya bimbingan, pengajaran, dan pelatihan.
3. Kegiatan tersebut harus diwujudkan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat yang lazim disebut dengan pendidikan formal, informal, dan non-formal.


BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan demikian, telah kita simpulkan bahwa disiplin di sekolah itu sangat diperlukan. Karena dalam aplikasinya, kedisiplinan sangat berguna sebagai tolak ukur mampu atau tidaknya seseorang dalam mentaati aturan yang sangat penting bagi stabilitas kegiatan belajar mengajar. Selain itu sikap disiplin sangat diperlukan untuk di masa depan bagi pengembangan watak dan pribadi seseorang, sehingga menjadi tangguh dan dapat diandalkan bagi seluruh pihak.
Oleh karena itu, marilah kita hidup berdisiplin. Agar kelak, kita dapat menjadi panutan setiap orang dan bisa diandalkan. Jika tidak dari sekarang kita membiasakan untuk berdisiplin, kapan lagi kita bisa merubah dunia ini? Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menjadi pedoman untuk menjadi lebih baik bagi para pembaca khususnya para mahasiswa. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Srijanto Djarot, Drs., Waspodo Eling, BA, Mulyadi Drs. 1994 Tata Negara Sekolah Menengah Umum. Surakarta; PT. Pabelan.
Fungsi Musik Dayak dalam Upacara Perdukunan (liatn)
Jum’at 1April 2011 Label: musik
Fungsi pada dasarnya adalah sistem yang saling berkaitan antara unsur-unsur pembentuknya. Istilah sistem (systema, dalam bahasa Yunani) bisa berarti entitas atau alat analisis.Suatu sistem merupakan entitas yang tersusun dari berbagai unsur, unit, komponen secara integral atau teratur untuk menjaga keseimbangan sistem itu sendiri. Sistem merupakan keseluruhan perangkat yang tersusun dari sekian banyak bagian dan berfungsi secara timbal balik. Ia saling memberi dan menerima guna memelihara dan mendukung suatu keseimbangan. Relasi yang terjadi diantara komponen dalam sistem umumnya bersifat teratur dan berkesinambungan”.1.

Suatu budaya musik mencakup gagasan-gagasan, tindakan, karena musik adalah suatu gejala manusia, untuk manusia dan mempunyai fungsi sosial dalam situasi sosial.2. Hal ini karena berbagai unsur dalam sistem bersifat fungsional. Fungsi sosial musik dalam masyarakat harus dilihat bahwa musik itu berperan dan dapat memberi, sehingga ia dapat bertahan dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga dengan keberadaan musik Dayak dalam masyarakat pemiliknya, mereka memerlukan keberadaan sebuah musik untuk kepentingannya, baik kepentingan pribadi maupun kepentingan sosial. Hal ini karena pandangan yang tumbuh dalam masyarakat Dayak menyatakan bahwa musik mempunyai hubungan dengan kehidupannya, memiliki fungsi, simbol, dan nilai yang berhubungan dengan kepercayaan, adat istiadat, sekaligus sebagai ciri budaya lokal.

Hubungan sosial masyarakat mempunyai kesatuan yang dinamakan kesatuan fungsional.3. Hubungan antara fungsi itu saling terkait dan mendukung antara satu dengan lainnya. Begitu pula dengan musik dan upacara, ia merupakan sesuatu yang mempunyai fungsi bagi masyarakat dan berperan sebagai tonggak keberlangsungan budaya sebagai efek dari kebudayaan adat atau pranata solidaritas sosial.4. Kenyataan fungsionalitas ini akhirnya memposisikan musik sebagai hasil dari aktivitas artistik dan dijadikan sebagai literatur estetik bagi masyarakat itu sendiri.

Irama musik Dayak mempunyai fungsi secara internal dan eksternal. Secara internal musik mempunyai fungsi bagi upacara itu sendiri. Meskipun pada dasarnya musik adalah bagian upacara, namun ia juga mempunyai peranan untuk mempertegas posisinya, sehingga musik tersebut memberikan makna khusus bagi upacara yang diikutinya.

Fungsi internal sejalan dengan fungsi upacara, karena musik merupakan bagian dari upacara yang mempunyai fungsi sama dengan fungsi upacara. Musik sebagai bagian upacara tidak terlepas dari peranan upacara itu sendiri. Upacara memberikan ruang gerak kepada musik, sehingga musik mempunyai keleluasaan untuk membentuk jalinan fungsi di dalamnya. Begitu juga sebaliknya, upacara ditunjang oleh keberadaan musik sebagai unsur penting di dalamnya yang mambuat upacara itu bermakna dan berfungsi bagi masyarakat pemiliknya.

Upacara berperan sebagai pembentuk identitas budaya. Ia merupakan wadah kreatifitas dari sumbangan yang diberikan kepada keseluruhan sistem sosial. Hal ini terjadi karena suatu unsur kebudayaan akan tetap bertahan apabila memiliki fungsi dalam kehidupan masyarakatnya, sebaliknya unsur itu akan punah bila tidak berfungsi lagi.5. Fungsi musik secara internal melibatkan peran musik dalam menentukan bentuk pemberian musik sesuai penempatannya. Misalnya musik dimainkan pada prosesi tertentu, maka prosesi itu telah berperan sebagai wadah yang menyebabkan musik berfungsi bagi prosesi upacara tersebut. Hubungan keduanya menciptakan keharmonisan antara peranan musik yang berfungsi dan peranan upacara sebagai wadah dari fungsi. Fungsi musik di sini dapat dikategorikan menjadi tujuh fungsi, yaitu: (1) sebagai pemanggil kekuatan gaib; (2) Penjemput roh-roh leluhur pelindung untuk hadir di tempat pemujaan; (3) memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat; (4) sebagai pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat-tingkat kehidupan seseorang; (5) pelengkap upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu; (6) peringatan kepada nenek moyang dengan menirukan kegagahan dan kesigapannya; (7) Perwujudan dari hasrat untuk mengungkapkan keindahan”.6.

Musik Dayak juga mempunyai fungsi eksternal, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Fungsi ini lebih mengarah kepada peranannya dalam masyarakat, sehingga musik tersebut dianggap dapat memberikan sesuatu hal penting bagi masyarakat. Fungsi eksternal mencakup gagasan-gagasan atau ide-ide yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Ia harus dilihat sebagai “sesuatu yang memberi” untuk melengkapi kehidupan masyarakat, baik berhubungan dengan konsep kepercayaan atau bagian dari suatu tatanan sosial yang dibangun bersama.

Sesungguhnya fungsi musik dalam masyarakat tidak terlepas dari peran masyarakat pendukungnya. Perkembangannya sejalan dengan perkembangan intelektualitas dan kreativitas masyarakat pemiliknya. Segala sesuatu yang berhubungan dengan konsep kepercayaan maupun adat yang berlaku dituangkan ke dalam musik, sehingga musik mempunyai fungsi sebagai penyelaras kehidupan sosial yang bersifat normatif. Ia dapat menyelaraskan hubungan antar individu dan hubungan manusia dengan dunia gaib. Disamping itu musik juga diperlukan untuk penghayatan nilai-niali estetis dan pembelajaran falsafah kehidupan, sebagai contoh fungsi musik dalam upacara Baliatn di masyarakat Dayak Kanayatn.

Secara etimologi Baliatn terdiri dari dua suku kata, yaitu Ba dan Liatn. Ba mempunyai arti melakukan atau sedang melakukan, sedangkan Liatn adalah nama salah satu jenis ritual perdukunan dalam masyarakat Dayak Kanayatn. Baliatn berarti mengerjakan atau melaksanakan upacara ritual perdukunan, sama artinya dengan Badendo dan Belenggang atau melakukan ritual Dendo dan Lenggang.7.

Bentuk Penyajian
Penyajian merupakan segala sesuatu yang dipakai sebagai suguhan, jamuan atau hidangan.8. Istilah penyajian dalam sebuah pertunjukan dapat berarti atraksi maupun adegan yang dikemas menjadi salah satu peristiwa kesenian, seperti bagaimana sebuah musik disajikan dan bagaimana konteks pementasannya. Aspek ini merupakan sarana untuk mempermudah mengetahui konsep nilai, penggunaan, fungsi dan hubungannya dengan aspek lain, sehingga dapat dilihat dan dipelajari ciri-ciri musik tersebut sebagai sebuah pertunjukan.

Sebuah sajian musik dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sajian ritual dan sajian hiburan. Sajian ritual cenderung terkait dengan upacara dan berhubungan dengan hal-hal gaib, seperti makhluk halus, roh leluhur, dewa, dan Tuhan. Penyajian musik ini secara spesifik biasanya berhubungan dengan agama atau kepercayaan masyarakat pemiliknya. Sajian musik hiburan tujuan hanya untuk menghibur dan tidak terkait dengan unsur ritual. Adapaun Ciri-ciri ritual suatu penyajian musik atau upacara dapat dikenal dengan bentuk pertujukan, yaitu: (1) Untuk apa musik itu disajikan; (2) Waktu penyajian; (3) Tempat pergelaran; (4) Instrumen yang digunakan; (5) Kostum; (6) Lagu yang dibawakan, dan; (7) Pemain.9. Melalui ciri-ciri inilah dapat diketahui bahwa musik tersebut termasuk dalam kategori musik ritual atau bukan.

1) Tujuan Penyajian Musik dan Upacara
Secara mendasar tujuan penggunaan musik dalam upacara ritual adalah untuk mendukung upacara, sekaligus sebagai bagian penting upacara. Upacara dianggap sebagai wadah sakral yang dapat menghubungkan manusia dengan segala kekuatan di jagad raya ini, termasuk pula hubungan manusia dengan Tuhan. Ia dianggap sebagai suatu yang suci, megah, dan sakral, terutama dijumpai pada upacara-upacara besar yang melibatkan banyak pelaku. Pelaksanaannya senantiasa dimeriahkan dengan musik sebagai lambang kemegahan upacara.

Upacara ritual dapat dikatakan sebagai sebuah wadah perilaku religius yang sarat dengan kekuatan gaib. Ia tidak mengandung arti apa-apa bila tidak disertai tindakan dan peralatan yang bersifat sakral dan religius. Tindakan itu dapat berupa mantra, tarian, dan laku persembahan, sedangkan peralatan sakral itu dapat berupa sesaji, kostum, jimat, dan instrumen musik yang digunakan dalam upacara. Tanpa dua pendukung upacara itu, sebuah upacara hanya bersifat profan (formal) seperti upacara kenegaraan dan lain sebagainya.

Tujuan penyajian musik dapat dilihat dari pelaksanaan upacara. Tujuan upacara ritual pada dasarnya untuk mengadakan hubungan religius dengan penguasa atau kekuatan gaib. Jenis-jenis ritual itu dapat berupa pengobatan, perdamaian dengan makhluk halus karena diganggu, perbaikan tingkat kehidupan, keselamatan, ungkapan syukur, peringatan daur kehidupan, dan lain sebagainya. Pada tahapan ini musik berfungsi sebagai media komunikasi antara manusia dengan sesuatu yang gaib. Melalui ciri-ciri inilah dapat diketahui bahwa sebuah upacara bersifat sakral atau formal, dan secara otomatis dapat pula diketahui bahwa musik yang digunakan dalam upacara bersifat ritual atau bukan.

2) Waktu
Waktu terkait erat dengan sistem upacara, karena antara waktu penggunaan musik dengan upacara biasanya menjadi satu kesatuan yang saling mendukung penempatannya masing-masing. Penggunaan musik Dayak dalam upacara perdukunan (liatn) disesuaikan dengan pelaksanaan upacara yang biasanya dilaksanakan malam hari. Hal ini karena waktu tersebut dipercaya masyarakat setempat sebagai masa makhluk halus berkeliaran, sehingga mudah dipanggil untuk diberi makan atau dimintai tolong untuk melakukan sesuatu.

3). Tempat
Penyajian musik dalam upacara liatn biasanya bertempat di ruangan tengah atau tempat yang agak luas. Hal ini dilakukan agar pelaku upacara dapat bergerak dengan leluasa, terutama agar pamaliatn dapat menari dengan bebas. Posisi pemain musik berdekatan dengan tempat pamaliatn menari agar dapat melihat langsung tari yang diiringi. Disamping itu tempat sengaja dipilih berdekatan dengan pamaliatn untuk mengetahui jalannya upacara.

4) Pemain Musik
Pemain adalah orang yang terlibat langsung dalam sebuah pertunjukan kesenian. Ia merupakan seorang penyaji atau seniman yang mempresentasikan karyanya untuk tujuan tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan irama musik Dayak Kanayatn dalam upacara biasanya berorientasi pada nilai-nilai estetis yang dapat menyentuh penikmatnya. Penyajian ini dilalui dengan berbagai proses dari pencarian dan pengembangan ide, penuangan teknik, kemudian menyajikannya dalam sebuah upacara. Penyajian ini berhubungan langsung dengan teknik dan gaya penampilan presentasi musikal, karena sebuah presentasi mencakup konsep, ide musikal, bentuk, dan teknik penyajian tertentu sebagai bagian daya tarik penampilan sebuah musik. Disamping itu pemain musik bukan sekedar memainkan musik apa adanya, melainkan ada beberapa hal yang harus ia ketahui dan harus dijalani (laku ritual) sebelum upacara, sampai kepada penampilannya saat upacara berlangsung.

5) Instrumen
Semua perlengkapan dan tingkah laku dalam upacara, seperti menyanyikan atau membacakan mantra, menari, memainkan musik, termasuk sesaji dan properti yang dikenakan pamaliatn (dukun) dipercaya mempunyai kekuatan gaib. Kekuatan itu dapat dimanfaatkan untuk melindungi dirinya dari gangguan makhluk halus dan dipercaya oleh masyarakat Dayak dapat mendatangkan roh halus yang dipanggil. Hal ini karena kekuatan gaib tersebut tidak hanya terdapat atau bersemayam dalam perilaku upacara saja, namun melekat pula pada semua bahan atau properti yang digunakan dalam upacara. Antara instrumen, jimat, dan properti lainnya dalam suatu upacara ritual merupakan satu kesatuan sakral yang penggunaannya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

6) Kostum
Kostum adalah pakaian kebesaran yang digunakan dalam suatu kegiatan.13. Kostum di sini meliputi baju dan celana yang dikenakan pelaku upacara, seperti pamaliatn, panyampakng, anak samang, dan pemain musik. Kostum yang digunakan berfungsi untuk memperindah penampilan. Sebagai contoh kostum yang digunakan dalam upacara Baliatn.

Sesungguhnya pemain musik dalam upacara liatn tidak mempunyai keharusan untuk memakai baju tertentu, kecuali pamaliatn harus menggunakan sarung seperti seorang perempuan. Hal ini karena nenek moyang pamaliatn pertama adalah seorang perempuan, sehingga untuk menghormati hal tersebut pamaliatn menggunakan sarung sebagai lambang seorang perempuan yang pertama kali menjadi pamaliatn.

7) Pelaksanaan upacara
Pelaksanaan upacara Baliatn ((melakukan perdukunan) yang biasanya diiringi musik Dayak pemakaiannya ditentukan oleh Pamaliatn (Dukun). Panyampakng (pembantu dukun dalam menjalankan ritual) memberitahukan musik apa yang harus ditabuh oleh pemain musik setelah ia mendapat instruksi dari pamaliatn. Musik yang dimainkan pada tiap prosesi berbeda-beda, menyesuaikan penyakit atau niat penyelenggara. Oleh karena itu dalam prosesi Bajampi (membuang penyakit) banyak musik yang dipakai. Adapun pemakaian musik Dayak dalam upacara liatn menyesuaikan dengan prosesi upacara dan perintah dari Pamaliatn.14.

Kepustakaan

1. Lahajir, Etnoekologi Perladangan Orang Dayak Tunjung Linggang (Yogyakarta: Galang Press, 2001), p. 50.

2. Alan P. Meriam, “The Anthropology of Music” seperti dikutip I Komang Sudirga dalam bukunya Cakepung: Ansambel Vokal Bali (Yogyakarta: Kalika Press, 2005), p. 20.

3. A.R Redcliffe Brown, Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat Primitif (Kuala Lumpur: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, 1980), p. 210.

4. A.R. Redcliffe Brown, “Struktur dan Fungsi dalam Masyarakat Primitif”, seperti yang dikutip I Komang Sudirga, op.cit., p. 128.

5. Mulyadi, et.al., Upacara Tradisional Sebagai Kegiatan Sosialisasi Daerah Istimewa Yogyakarta (Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan DIY, 1984), p. 4.

6. Edy Sedyawati, Pertumbuhan Seni Pertunjukan (Jakarta: Sinar Harapan, 1981), p. 53.

7. Wawancara langsung dengan Maniamas Miden Sood, Seniman dan Dukun Dendo, 28 April 2006, Dsn. Saleh Bakabat, Ds. Aur Sampuk, Kec. Sengah Temila, Kab. Landak, Kalimantan Barat. Diijinkan untuk dikutip.

8. Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer (Surabaya: Bintang Timur, 1995), p. 250.

9. I Wayan Senen, “Aspek Ritual Musik Nusantara”, makalah yang diajukan dalam rangka peringatan Lustrum II ISI Yogyakarta, 23 Juli 1994, p. 4.

10. Regina, Mantra in Baliatn in The Dayak Society (Malang: IKIP Malang, Tesis S-2, 1997), pp. 58-59.

11. Sebagian masyarakat zaman dahulu percaya, bahwa dukun Baliatn Daniang dapat menghidupkan orang mati.

12. Regina, op.cit., pp. 59-60.

13. Bambang Marhijanto, op.cit., p. 334.